pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kinerja kesehatan, kinerja pendidikan dan kinerja ekonomi/kesejahteraan masyarakat dan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi di NTB

Pada penelitian Fadlli (2019) dibahas mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kinerja kesehatan, kinerja pendidikan dan kinerja ekonomi/kesejahteraan masyarakat dan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi. Pada pembahasan hasil penelitian ini akan diuraikan dalam empat bagian yaitu 1) pengaruh pengeluaran pemerintah fungsi kesehatan terhadap tingkat kesehatan masyarakat, 2) pengaruh pengeluaran pemerintah fungsi pendidikan terhadap kinerja pendidikan, 3) pengaruh pengeluaran pemerintah fungsi ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat, 4) serta pengaruh tingkat kesehatan masyarakat, kinerja pendidikan dan kesejahteraan masyarakat terhadap pertumbuhan ekonomi NTB.

Pengaruh pengeluaran pemerintah fungsi kesehatan terhadap tingkat kesehatan masyarakat

Menurut (Hyman, 2011) bahwa pemerintah terlibat langsung dalam penelitian medis dan kesehatan dan juga menyediakan sejumlah dana untuk pembangunan fasilitas medis seperti rumah sakit. Pengeluaran pemerintah untuk perawatan kesehatan dilakukan melalui pembayaran langsung ke dokter, rumah sakit, dan perawatan kesehatan lain yang disediakan melalui dua program asuransi kesehatan masyarakat. Banyak program berusaha memperpanjang usia dengan menghindari kematian yang tidak disengaja. Seperti program kesehatan dari berbagai jenis yang melibatkan manfaat dalam bentuk penurunan tingkat kematian dan mengurangi hilangnya kesejahteraan manusia karena cedera atau sakit. Pengeluaran pemerintah fungsi kesehatan akan dipergunakan untuk berbagai kebutuhan pelayanan kesehatan seperti untuk obat dan perbekalan kesehatan, pelayanan kesehatan perorangan, pelayanan kesehatan masyarakat, keluarga berencana, penelitian dan pengembangan kesehatan, dan kesehatan lainnya. Hal tersebut diharapkan mampu mendorong perbaikan tingkat kesehatan masyarakat.

Indeks kesehatan merupakan salah satu komponen IPM dimensi kesehatan (usia harapan hidup), sehingga dapat mencerminkan kesehatan masyarakat. Indeks kesehatan di standarisasi dari nilai harapan hidup. Menurut (BPS, 2014) bahwa angka harapan hidup menggambarkan rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. Angka harapan hidup mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. Dengan demikian pengeluaran pemerintah untuk kesehatan dipergunakan untuk berbagai fungsi pelayanan kesehatan diharapkan mampu mendorong perbaikan pada tingkat kesehatan masyarakat yang tercermin dalam indeks kesehatan.

Dari pengujian secara empiris terbukti bahwa pengeluaran pemerintah fungsi kesehatan tidak berpengaruh terhadap indeks kesehatan. Hal terbukti dari hasil uji t yang menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,246 lebih besar dari nilai α sebesar 5%. Dengan demikian, H0 diterima, sehingga disimpulkan pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap indeks kesehatan.

Hasil penelitian ini yang memberikan bukti tidak signifikannya pengeluaran pemerintah terhadap kesehatan diberikan penjelasan yang lebih jauh. Secara hasil pengujian menunjukkan tidak berlakunya teori dan konsep yang diangkat dalam penelitian ini. Namun perlu kehatian-hatian didalam menginterpretasikan hasil tersebut. Atas hasil yang tidak signifikan disini, ada 2 alasan yang dapat diberikan. Hal ini didasarkan pada temuan pada literatur bahwa terdapat dua alasan yang bisa saja mempengaruhi yaitu porsi anggaran yang masih sedikit sehingga belum dirasakan manfaatnya dan kualitas pengeluaran pemerintah yang masih kurang akuntabel (termasuk karena korupsi dan ketidak jujuran). Penganggaran pembangunan mensyaratkan transparansi dan akuntabilitas sebagai dua fitur utama yang menentukan keberhasilan program (Tolmie, 2007).

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mendukung alasan-alasan tersebut. Terkait masih kurangnya anggaran dapat menjadi penyebab diantaranya didukung oleh penelitian dari (Rahmadian, 2016) yang menunjukkan bahwa variabel anggaran kesehatan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan manusia di Jawa Tengah. Hal tersebut karena pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk kesehatan belum cukup memadai yaitu hanya sebesar 5% dan masyarakat belum merasakan nya secara langsung. Sehingga pengeluaran pemerintah tidak signifikan.

Salah satu alasan yang dapat digunakan terkait tidak sigifikan pengeluaran pemerintah terhadap kesehatan yaitu karena adanya masalah akuntabilitas. Akuntabilitas disini dapat mengarah pada kualitas pengeluaran pemerintah, akuntabilitas keuangan maupun akuntabilitas secara kinerja sebagai hasil penggunaan keuangan daerah. Alasan ini dilandaskan pada beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan adanya permasalahan akuntabilitas dalam keuangan daerah. Seperti penelitian dari (Hakim & Sukmana, 2017) menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan pengeluaran pemerintah di sektor kesehatan memiliki pengaruh negatif tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di 16 Negara OKI. Penelitian dari (Sanggelorang et al., 2015) menghasilkan variabel pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan berpengaruh negatif, yaitu sebesar -0,438 dan secara statistik tidak berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia di Sulawesi Utara. Penelitian dari (Handayani et al., 2015) menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan di keseluruhan kecamatan provinsi Riau memiliki dampak negatif dan tidak signifikan pada indeks pembangunan manusia provinsi Riau. Penelitian dari (Sukirna, Putra, & Jumhur, 2014) menghasilkan Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia secara langsung, sementara secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi menunjukkan pengaruh negatif tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Penelitian dari (Akbar, 2016) menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah pada bidang kesehatan, infrastruktur dan bantuan sosial tidak berpengaruh pada Indeks Pembangunan Manusia di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (Sarma & Sharma, 2014) berusaha untuk mengeksplorasi dampak peningkatan pengeluaran sektor sosial pada angka kematian bayi. Hasilnya bahwa peningkatan pengeluaran di sektor sosial terbukti memiliki dampak yang tidak signifikan pada Angka kematian bayu (AKB). Ditemukan bahwa Assam memiliki kinerja yang kurang memuaskan daripada standar nasional berdasarkan statistik ini. (Agustina, Rochaida, & Ulfah, 2016) menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah sektor kesehatan terhadap Indeks pembangunan manusia di Provinisi Kalimantan Timur. Hasil analisis menunjukkan bahwa alokasi Anggaran Bidang Kesehatan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap IPM.

Penelitian lainnya dilakukan juga oleh (Deshpande, Kumar, & Ramaswami, 2014) yang berupaya memeriksa apakah ada hubungan antara pengeluaran perawatan kesehatan dan harapan hidup nasional. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara pengeluaran perawatan kesehatan dan harapan hidup di negara-negara berkembang, tetapi memang ada di negara-negara maju. Di negara-negara berkembang, bukan kuantitas yang dihabiskan tetapi kualitas pengeluaran yang berdampak pada layanan kesehatan. Di negara maju, pengeluaran mungkin lebih efisien dan dengan demikian lebih efektif.

Penelitian dari (Adeel, 2016) tentang dampak pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan Pakistan memberikan hasil empiris bahwa dampak pengeluaran kesehatan pada sektor kesehatan Pakistan sangat tidak signifikan pada tingkat signifikansi 5% persen. Hasilnya menunjukkan bahwa alokasi anggaran sangat besar tetapi pemanfaatannya tidak tepat karena ketidakjujuran dan korupsi.

Penelitian (Sarangi & von Bonin, 2017) tentang pengeluaran kesehatan publik memiliki dampak yang tidak signifikan terhadap hasil kesehatan, tetapi hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa pengeluaran tidak tetap memiliki dampak positif yang kuat terhadap hasil kesehatan. Kelalaian investasi publik di bidang kesehatan memiliki implikasi yang parah bagi masyarakat miskin dan kelas menengah di kawasan ini, terutama ketika daerah tersebut mengalami peningkatan kemiskinan dan pengerdilan yang tinggi.

Penelitian lain yang memiliki tujuan menguji pengaruh belanja daerah untuk belanja pendidikan, kesehatan, dan ekonomi mempengaruhi kesejahteraan (diukur dari IPM). Penelitian ini menggunakan sampel seluruh provinsi di Indonesia tahun 2008-2013, kecuali Provinsi Kalimantan Utara. Metode yang digunakan adalah metode regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja pendidikan memiliki pengaruh positif, belanja kesehatan memiliki pengaruh negatif tidak signifikan, dan belanja ekonomi memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan. Sementara pengeluaran untuk fungsi ekonomi tidak signifikan negatif efek pada kesejahteraan dapat disebabkan oleh tidak efisien sehingga meskipun pengeluaran ekonomi diperbesar, itu tidak dapat meningkatkan kesejahteraan. (Luthfia & Siregar, 2016)

Dari berbagai hasil penelitian tersebut memberikan gambaran umum bahwa kualitas pengeluaran (akuntabilitas) pemerintah penting di dalam pembangunan. Kualitas pengeluaran pemerintah yang baik dapat mengarah pada baiknya pelayanan publik yang diberikan. Dengan tidak signifikannya pengeluaran pemerintah terhadap pembangunan manusia bidang kesehatan mengindikasikan adanya kualitas yang rendah dalam pengeluaran pemerintah. Hal ini sejalan juga dengan kondisi kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki akuntabilitas kinerja pemerintah yang rendah. Sebagaimana di tampilkan pada tabel 5.2 tentang persentase instansi pemerintah yang nilai akuntabilitas kinerjanya “baik” secara rata-rata nasional. Rendahnya akuntabilitas kinerja pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota menunjukkan kurang baiknya pengelolaan pemerintahan serta pencapaian kinerja pemerintahnya. Dengan demikian, pengeluaran pemerintah yang dilakukan tidak efektif untuk mendorong perbaikan indikator kinerja pembangunan manusia. Hal ini bisa menjadi salah satu penyebab mengapa pengeluaran pemerintah tidak signifikan mempengaruhi indeks kesehatan.

Selain itu, rendahnya kualitas pengeluaran pemerintah juga di tunjukkan oleh opini BPK yang tidak seluruhnya bagus pada rentang waktu penelitian ini. Dapat dirangkum secara umum dari tabel 5.3 tentang opini BPK pada pemerintah kabupaten/kota di NTB tahun 2010-2016 bahwa dalam rentang 7 tahun waktu yang diteliti, terlihat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) diperoleh selama 3 tahun terakhir. Sedangkan dalam rentang 4 tahun awal rentang waktu penelitian meunjukkan mayoritas mendapat wajar dengan pengecualian (WDP). Bahkan ada sebagian kecil yang memperoleh tidak memberikan pendapat (TMP). Dari sini terlihat bahwa dalam rentang waktu penelitian selama 2010-2016 lebih didominasi oleh peroleh opini BPK yang masih kurang maksimal. Hal ini pun memberikan indikasi kurangnya kualitas pengeluaran pemerintah daerah di NTB. Kurang maksimalnya kualitas pengeluaran pemerintah disini dapat mengurangi manfaat yang diperoleh. Hal ini juga memberikan penjelasan kedua dari sisi akuntabilitas mengapa pengeluaran pemerintah tidak signifikan terhadap perbaikan indeks kesehatan.

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas laporan keuangan suatu entitas pemerintah memuat opini yang merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Pemeriksa BPK menggunakan empat kriteria dalam mengevaluasi laporan keuangan untuk membentuk opini pemeriksaan, yaitu kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern. Opini wajar tanpa pengecualian diberikan untuk laporan keuangan yang bebas dari salah saji material dan/atau penyimpangan (fraud).

Namun masih banyak ketidakpatuhan yang terjadi di berbagai entitas pemerintah dan merugikan negara. Penelitian (Idrus, Achsani, & Hardiyanto, 2018) bertujuan untuk menganalisis korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah dan pengaruhnya terhadap opini BPK serta membangun model yang menunjukkan hubungan antara opini BPK dengan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah. Penelitian menggunakan regresi logistik ordinal dan ditemukan bahwa ada korelasi antara opini BPK dengan korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah. Model terbaik dari regresi logistik ordinal menunjukkan bahwa opini BPK secara dominan dipengaruhioleh kepatuhan keuangan terhadap SAP, peraturan perundang- undangan dan efektivitas sistem pegendalian intern (Idrus et al., 2018).

Opini BPK yang semakin baik akan menjadi indikasi semakin baiknya kinerja pemerintah daerah. Hal ini sejalan dengan penelitian (Suryaningsih & Sisdyani, 2016) yang memperkuat hasil penelitian Mustikarini (2012) bahwa Opini audit BPK RI berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah. Semakin banyak ditemukan opini WTP (Opini Wajar Tanpa Pengecualian) dan WDP (Wajar Dengan Pengecualian) di suatu pemerintahan Kabupaten/Kota yang ditemukan audit BPK maka kinerja Pemda semakin baik. Pendapat audit menjadi suatu tekanan bagi pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik guna menghasilkan kinerja yang baik pula Virgasari (2009) Indrarti (2011). Hasil penelitian ini sejalan dengan Virgasari (2009) dan Indrarti (2011).

Ditambah pula oleh penelitian yang menunjukkan bahwa diwilayah NTB terdapat korelasi antara opini BPK dan kinerja pemerintah terhadap IPM (kesejahteraan masyarakat). Penelitian dari (Widayanti, 2017) bertujuan untuk mencari bukti secara empiris apakah terdapat hubungan atau keterkaitan antara kinerja keuangan pemerintah daerah dengan kesejahteraan masyarakat. Kinerja keuangan pemerintah daerah dilihat melalui opini BPK atas LKPD sedangkan kesejahteraan masyarakat direpresentasikan dari nilai IPM. Hasil uji korelasi pada opini BPK dengan IPM untuk kabupaten/kota di Indonesia tahun 2014 menunjukkan adanya hubungan yang lemah dan searah. Berdasarkan pembagian wilayah pulau menunjukkan Sumatera dan NTT-NTB-Papua-Maluku terdapat korelasi lemah dan searah sedangkan untuk Jawa-Bali, Kalimantan dan Sulawesi justru terbukti tidak berkorelasi.

Penelitian dari (Susilawati, 2016) menganalisis tentang pengaruh temuan audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah sebagai salah satu organisasi sektor publik. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa temuan audit BPK berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan Pemda. (Susilawati, 2016). Sebuah penelitian lain bertujuan untuk mengetahui pengaruh opini audit pada kinerja keuangan pemerintah daerah di seluruh kabupaten kota di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa opini audit berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah. (Suryaningsih & Sisdyani, 2016)

Dari beberapa penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa terdapat kaitan antara opini BPK, kinerja keuangan pemerintah dan bahkan berpengaruh pada korupsi. Pada penelitian ini memang tidak melakukan pengujian atas tindak pidana korupsi, namun dengan adanya opini BPK yang belum wajar tanpa pengecualian pada sebagian besar kabupaten kota selama rentang waktu penelitian ini menunjukkan masih kurang akuntabelnya pengelolaan keuangan daerah. Pemerintahan yang kurang akuntabel dapat mempengaruhi kualitas pelayanan pada masyarakat. Bahkan kurang akuntabelnya pemerintahan mengarah pada tidak dirasakannya manfaat dari penggunaan pengeluaran pemerintah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap kesehatan.

Selain terkait akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah, kondisi spasial juga perlu diperhatikan. Dari sisi spasial menunjukkan bahwa tingkat kesehatan masyarakat di pulau Lombok (pada beberapa kabupaten) menunjukkan adanya korelasi spasial antar daerah. Korelasi spasial antar beberapa daerah di Lombok ini yaitu dengan pola hubungan daerah dengan tingkat kesehatan rendah secara relatif dalam pengujian nilai indeks moran dan dikelilingi oleh daerah yang tingkat kesehatan rendah pula. Beberapa daerah yang terbukti signifikan korelasi spasialnya yaitu pada tahun 2010 ada Lombok Utara dan Lombok sebagai inti klaster untuk korelasi spasialnya. Sedangkan daerah menjadi outlier nya yaitu Lombok Timur. Sedangkan tahun 2016 daerah Lombok Utara menjadi inti klaster yang memiliki korelasi spasial dengan daerah disekitar nya seperti Lombok Timur dan Lombok Tengah. Pola hubungan daerah ini yaitu Ekonomi daerah dengan tingkat kesehatan rendah secara pengujian nilai indeks moran yang dikelilingi oleh daerah dengan tingkat kesehatan rendah pula. Secara spasial setidaknya ada tiga daerah yang memang dipandang rendah tingkat kesehatannya serta memiliki korelasi spasial antar daerah yaitu Lombok Utara, Lombok Tengah, dan Lombok Timur.

Daerah Lombok Utara bila dilihat dari sarana kesehatan memang termasuk memiliki sarana kesehatan paling sedikit. Dari sisi jumlah rumah sakit maupun jumlah puskesmas, Lombok Utara termasuk paling rendah sarana kesehatannya. Kurangnya sarana kesehatan dapat menjadi alasan masih rendahnya tingkat kesehatan serta kurangnya manfaat pelayanan kesehatan yang dirasakan masyarakat.

Kondisi Lombok Timur dan Lombok Tengah juga menunjukkan kondisi tingkat kesehatan yang termasuk paling rendah di NTB. Dari sisi angka harapan hidup, kedua daerah tersebut termasuk yang memiliki angka harapan hidup paling rendah. Selain itu, Lombok Timur dan Lombok Tengah memiliki jumlah penduduk paling tinggi di NTB. Luas wilayah untuk Lombok Timur dan Lombok Tengah termasuk yang memiliki daerah luas, setidaknya bila di bandingkan dengan kota Mataram maupun Kota Bima. Terdapat ketimpangan untuk kondisi layanan kesehatan yang dapat diperhatikan. Lombok Timur dan Lombok Tengah dengan jumlah penduduk terbanyak ditambah luas wilayah yang luas namun memiliki jumlah sarana kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang kalah jauh dari kota Mataram. Bahkan sarana kesehatannya berupa puskesmas pun kalah jauh dari Kota Bima. Lombok Timur dan Lombok Tengah yang dengan penduduk terbanyak dan luas wilayah yang lebih luas seharusnya memiliki sarana kesehatan lebih banyak dan lebih baik dari Kota Mataram dan Kota Bima. Dari kondisi sarana kesehatan yang kurang seperti ini memang wajar bahwa kesehatan masyarakat di Lombok Timur dan Lombok Tengah termasuk yang paling rendah di NTB.

Bila dilihat dari pola pembiayaan kesehatan di NTB terlihat dominan dari APBD. Sehingga ketersediaan kesehatan di NTB masih sangat dominan didukung oleh pemerintah untuk pembiayaannya. Namun dengan kondisi Lombok Utara, Lombok Tengah, dan Lombok Timur yang masih minim untuk sarana kesehatannya, memang masih memerlukan banyak sekali dana untuk pembiayaan kesehatan. Tidak berpengaruh signifikannya pengeluaran pemerintah terhadap tingkat kesehatan masyarakat disini bisa saja dipengaruhi oleh ketersediaan dana pembiayaan yang masih minim. Ketersediaan sarana kesehatan yang masih kurang terutama di beberapa daerah Lombok, dapat menjadi indikasi dana yang ada selama ini belum cukup tersedia untuk menambah layanan kesehatan. Dengan dana kesehatan yang kurang tersebut bisa saja menjadikan manfaat kesehatan bagi masyarakat tidak rasakan. Karena ketersediaan layanan kesehatan yang masih minim.

Pengaruh pengeluaran pemerintah fungsi pendidikan terhadap kinerja pendidikan

Menurut (Hyman, 2011) bahwa pemerintah memasok sejumlah besar modal yang digunakan dalam produksi. Menyediakan infrastruktur fisik suatu negara seperti transportasi dan modal lingkungannya, termasuk sekolah- sekolahnya, jaringan listrik dan komunikasi, dan sistem perawatan kesehatan. Pemerintah juga berinvestasi dalam sumber daya manusia melalui program yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan dan pendidikan warganya. Dengan demikian, pengeluaran pemerintah salah satunya digunakan untuk membiayai pendidikan. Sehingga pengeluaran pemerintah fungsi pendidikan akan berpengaruh terhadap kinerja pendidikan.

Dari hasil pengujian empiris memperlihatkan pengeluaran